Archive for the ‘PLTN Indonesia’ Category

Rusia Minati Pembangkit Nuklir di Kaltim

September 26, 2011
Headline

INILAH.COM, Samarinda – Investor Rusia berminat untuk membangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Kalimantan Timur (Kaltim). Pasalnya, topografi dan geografis Kaltim tak berpotensi terjadi gempa dan aman untuk dibangun PLTN.

Hal itu terungkap dalam pertemuan ‘Marketing Investasi Indonesia’ garapan Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) di Moscow pada 11-16 September lalu. Kepala Badan Perizinan mengungkapkan, Penanaman Modal dan Investasi Daerah (BPPMD) Kaltim HM Yadi Sabian Noor kepada Koran Kaltim kemarin.

“Investor Rusia sudah siap untuk berinvestasi membangun PLTN di Kaltim karena Kaltim tidak terkena dampak dan tak berpotensi gempa. Selain itu, investor mereka juga berminat membuat pabrik pengolahan limbah sampah menjadi tenaga listrik.
Meski belum bisa disebutkan angka investasi itu, tapi minat mereka sudah ada, tergantung kebijakan Gubernur saja,” kata Yadi.

Bahkan, pengusaha asal Rusia dijadwalkan akan melakukan presentasi di hadapan Gubernur terkait kesiapan mereka menanamkan modal di Kaltim dibarengi dengan kompensasi yang mereka inginkan dari sumber daya alam Kaltim.

“Total investasi dan biayanya akan ditanggung investor, tapi komitmen pemerintah daerah untuk menyiapkan lahan dan memberi keamanan dan kenyamanan terhadap investasi mereka serta dalam pelaksanaan pekerjaan. Terkait kompensasi, yang akan mereka terima tentu lahan konsesi dan mengangkut hasil bumi Kaltim yakni batu bara serta lahan perkebunan untuk dijadikan sektor usaha di Kaltim. Tapi, soal konsesi lahan dan kompensasi tergantung pembicaraan investor dengan gubernur sebagai kepala wilayah dan wakil pemerintah pusat di daerah,” tambahnya.

Tak hanya itu, pengusaha asal Rusia nampaknya juga siap melanjutkan investasi pembangunan rel kereta api menghubungkan Kaltim dan Kalimantan Tengah (Kalteng). Bahkan, jika perizinan dari Kalteng tak diperoleh maka pihak investor akan fokus membangun rel kereta api di Kaltim dengan outlet Pelabuhan Internasional Maloy di Kutai Timur.

“Untuk rel kereta api pengangkut batu bara di Kaltim, mereka sudah menyiapkan proposal yang akan disampaikan dan dipresentasikan ke Gubernur. Jika memang Kalteng tak bersedia maka Rusia akan membangun rel kereta api di Kaltim jika mereka diizinkan untuk berinvestasi. Karena itu mereka akan sowan ke Kaltim dan menemui Gubernur,” ungkapnya.

Ia menambahkan, selain animo investor Rusia untuk berinvestasi di Kaltim, nampaknya Rusia juga memiliki lembaga khusus yang mengelola investasi para pengusaha dan konglomerat di Rusia. Dana investasi yang terkumpul itu dikelola untuk mencari sejumlah negara berkembang dan berpotensi untuk memberikan dukungan investasinya.

“Kaltim merupakan salah satu provinsi di Asean yang akan disasar investor Rusia. Karena mereka menilai bahwa perekonomian Indonesia sangat baik dan aman untuk berinvestasi, terlebih dengan potensi sumber daya alam dimiliki Kaltim yang membuat mereka sangat berminat ke Kaltim,” tambahnya. [koran kaltim/lal]

Indonesia Power Sudah Rekrut Ahli Nuklir Untuk PLTN Sejak Lama

Juni 9, 2011

source : http://www.batan.go.id/view_news.php?id_berita=1347&db_tbl=Berita

Serpong (08/06/11); Indonesia Power sudah lama menyiapkan diri seandainya di Indonesia jadi dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), seperti merekrut lulusan terbaik teknik nuklir dari Universitas Gajah Mada (UGM) sejak tahun 1993. Demikian disampaikan salah seorang kepala divisi Indonesia Power Budi S. saat berkunjung ke Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy (RSG-GAS) di Kawasan Nuklir Serpong.

 

Sebanyak 60 orang yang terdiri dari enginer, supervisor, dan manager dari seluruh unit pembangkit listrik Jawa Madura dan Bali seperti Suralaya, Tanjung Jati dan PLTA Saguling yang dimiliki oleh Indonesia Power berkunjung ke RSG-GAS Rabu (08/06/2011). Kunjungan ini terkait dengan rencana pembangunan PLTN di Indonesia. Indonesia Power sendiri bisa saja menjadi pemilik PLTN karena menurut UU No.10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran disebutkan bahwa pemilik PLTN nantinya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta atau koperasi.

Deputi Bidang Pendayagunaan Hasil Litbang dan Pemasyarakatan Iptek Nuklir (PHLPN) Taswanda Taryo saat menerima kunjungan mengungkapkan berbagai aplikasi iptek nuklir baik di bidang energi maupun non energi, termasuk hasil-hasil litbang BATAN yang sudah teruji seperti di bidang pertanian, peternakan, kesehatan dan SDAL. Terkait dengan rencana pembangunan PLTN ia mengungkapkan saat ini Indonesia sudah melalui persiapan Tahap I untuk memasuki tahap II. Taswanda juga menyinggung hasil jajak pendapat masyarakat Jawa Bali tahun 2010 yang menyatakan 59,7% menerima PLTN

Sementara itu Kepala Biro Kerjasama Hukum dan Humas (BKHH) Ferhat Aziz menjawab pertanyaan audiens, bila Indonesia jadi membangun PLTN maka hanya akan membangun PLTN yang sudah teruji dari generasi III atau III+, seperti yang diproduksi oleh Areva dan Westinghouse. “BATAN sendiri sudah menyiapkan segala sesuatu terkait dengan rencana pembangunan PLTN, ibarat balap mobil sudah isi bensin dan lain-lain tinggal menunggu bendera start dikibarkan” demikian menurutnya.

Indonesia Power sendiri adalah salah satu anak perusahaan PT PLN (Persero) yang didirikan pada tanggal 3 Oktober 1995 dengan nama PT PLN Pembangkitan Jawa Bali I. Sejak 3 Oktober 2000 berganti nama menjadi Indonesia Power sebagai penegasan atas tujuan perusahaan yang menjadi perusahaan pembangkitan tenaga listrik independen yang berorientasi bisnis murni. Indonesia Power merupakan perusahaan pembangkitan tenaga listrik terbesar di Indonesia, mengelola 127 mesin pembangkit dengan total kapasitas terpasang sekitar 8.888 MW dan memiliki delapan Unit Bisnis Pembangkitan yang tersebar di berbagai lokasi di Pulau Jawa dan Bali, serta satu Unit Bisnis Jasa Pemeliharaan. (eph/siddiq/arial)

 

Program energi nuklir di Indonesia

Mei 27, 2011

Pada tahun 50-an Presiden pertama Indonesia Soekarno sudah mulai mewujudkan visi tentang energi nuklir, dengan harapan Indonesia akan diakui oleh dunia internasional di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Soekarno merealisasikan mimpinya dengan membangun reaktor riset di kota Bandung Jawa Barat, yang berhasil dioperasikan pada tahun 1965 dan masih berfungsi dengan baik hingga saat ini.

Kemudian oleh Prof. Soemitro Djojohadikusumo dan dilanjutkan oleh Prof. BJ Habibie, sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi telah mengembangkan program lanjutan yang dimulai pada tahun 1983 dengan membangun fasilitas riset nuklir terpadu di kawasan Puspiptek Serpong, dalam rangka persiapan pembangunan industri nuklir senilai sekitar USD 400 juta dan diselesaikan tahun 1993. Melalui sarana dan fasilitas tersebut riset teknologi nuklir untuk pengembangan industri nuklir seperti teknologi reaktor dan keselamatan nuklir dengan menggunakan reaktor riset berdaya 30 MWth, fabrikasi bahan bakar nuklir, pengelolaan limbah radioaktif, keselamatan radiasi dan lingkungan dilakukan dalam rangka persiapan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

Kemudian di awal tahun 90-an, studi tapak dan kelayakan PLTN di Semenanjung Muria juga mulai dilakukan dan diselesaikan pada tahun 1996. Hasil studi menunjukkan bahwa rencana pembangunan PLTN sangat layak ditinjau dari aspek ketersediaan calon lokasi, aspek teknologi, ekonomi, keselamatan dan lingkungan. Selanjutnya Presiden Soeharto merencanakan Indonesia harus sudah memiliki dan mengoperasikan PLTN yang pertama di tahun 2004. Namun karena menurunnya minat membangun PLTN di dunia akibat kecelakaan PLTN “Three Mile Island-2” di tahun 1979 dan “Chernobyl-4” di tahun 1986, serta krisis ekonomi dan politik yang menerpa dunia dan Indonesia pada saat tahun 1998, maka rencana tersebut menjadi terabaikan.

Wacana meninjau program nuklir di Indonesia muncul kembali tahun 2000 oleh Presiden Abdurachman Wahid yang memerintahkan agar melakukan kembali studi energi nasional pasca krisis dengan opsi nuklir. Studi perencanaan energi nasional “Comprehensive Assessment of Different Energy Sources for Power Generation” (CADES) dilakukan bersama BATAN, BPPT, DESDM, PLN, BPS dan RISTEK, dan diselesaikan tahun 2002. Studi yang komprehensif ini menggambarkan posisi nuklir di antara potensi energi lainnya yang tersedia di Indonesia secara keseluruhan, yaitu batubara, minyak, gas, geothermal, biofuel dan energi terbarukan lainnya. Ternyata hasil studi menyatakan nuklir bisa masuk ke sistem kelistrikan Indonesia, khususnya wilayah kelistrikan Jawa-Madura-Bali di tahun 2016. Kemudian studi ini sudah dikonfirmasi kembali dengan melakukan re-evaluasi studi pada tahun 2008-2009 untuk masa 2005-2050.

Selain studi energi tersebut di atas, regulasi lainnya juga mendukung ke arah pembangunan PLTN. DESDM sudah menerbitkan Blue Print Energi Nasional 2005 dan sudah memasukkan energi nuklir dalam komposisi energi nasional. Begitu juga dengan Perpres No 5 Tahun 2006 dan RUPTL yang dikeluarkan PT PLN (Persero) sudah merencanakan nuklir sebagai bagian dari sistem pembangkit listrik nasional. Dasar pertimbangan pemanfaatan energi nuklir untuk pembangkit listrik yang lebih jelas dan tegas, tercantum pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang. UU ini menyebutkan antara lain bahwa PLTN akan dioperasikan pada tahun 2015–2019 dengan tingkat keselamatan yang tinggi. Setelah itu terjadilah kemunduran pada kebijakan energi nuklir nasional, yang mencapai puncaknya pada akhir tahun 2008 yaitu nuklir tidak tercantum lagi pada RUKN 2008-2027 DESDM maupun RUPTL 2009-2018 PT. PLN Persero. Hingga saat ini Indonesia hanya berkesempatan membangun dan mengoperasikan 3 buah reaktor riset, yaitu di Bandung mulai tahun 1965, di Yogyakarta mulai tahun 1979 dan di Serpong mulai tahun 1987.

Sejarah Program Nuklir di Indonesia

Berdasarkan kajian Tim IAEA tahun 2009, infrastruktur di Indonesia sudah siap menyongsong pembangunan dan pengoperasian PLTN, baik ditinjau dari manajemen organisasi, regulasi perizinan dan pengawasan, penyiapan SDM, penguasaan teknologi, dukungan industri nasional, penyiapan lokasi, pengolahan limbah nuklir, dan lain sebagainya. Demikian juga kerja sama dengan perusahaan pengembang PLTN juga sudah dilakukan untuk menjajagi kemungkinan kerjasama pembentukan konsorsium antara BUMN/swasta nasional/internasional agar  biaya  pembangunan PLTN tidak membebani APBN.

 

Program Pengembangan Infrastruktur PLTN di Indonesia

Kajian Tapak PLTN

Selain dari calon tapak di Semenanjung Muria, saat ini sedang dilakukan penelitian di daerah lain sebagai response terhadap permintaan beberapa Pemerintah Daerah yang telah mengusulkan daerahnya sebagai lokasi calon tapak PLTN. BATAN melakukan kegiatan penelitian calon tapak PLTN sesuai dengan kriteri keselamatan yang sudah ditentukan. Kegiatan tersebut dilaksanakan di  Provinsi Banten, Kalimantan Timur  dan Bangka Belitung. Penelitian tersebut sekaligus untuk mendapatkan tapak alternatif sehingga dapat diperoleh beberapa opsi calon tapak PLTN yang memenuhi persyaratan keselamatan.

Hasil penelitian lokasi

BANTEN:

Status studi tapak di Kramatwatu-Bojonegara sampai saat ini berada pada tahap Penapisan. Saat ini sedang dilakukanpenyusunan RTRW Provinsi Banten dimana calon tapak Kramatwatu-Bojonegara dan Pulo Panjang dipertimbangkan sebagai Kawasan Strategis. Kajian dan kegiatan yang masih harus dilakukan untuk calon tapak Kramatwatu-Bojonegara.

 

Peta Tapak Potensial di Banten (Kramatwaru-Bojonegara dan Pulo Panjang

KALIMANTAN:

Dari aspek geologi dan kegempaan, Kalimantan baik untuk lokasi PLTN. Kalimantan Barat merupakan daerah bebatuan granit yang cocok untuk pondasi PLTN. Kalimantan Tengah Bagian Selatan (Pangkalan Bun) dan Kalsel merupakan Sedimen cukup baik

Beberapa lokasi yang pernah dilakukan survey awal di Kalimantan Timur adalah:

    1. Pra survei tapak PLTN di Kaltim (Kab Penajam Paser Utara, Paser, dan Kota Balikpapan) (2007)
  • Hasil:  Diperoleh Daerah Interes di Babululaut (Penajam Paser Utara),  Tanjung Saban-Prapat (Kab Paser), dan Karingau Utara (Balikpapan)
    1. Pra surveytapak PLTN di Kaltim (Kab Berau ,  Kutai Timur, KuKar) 2008/2009
  • Hasil: diperolehDaerah Interes: Tanjung Batu, Talisayan, Teluk Sumbang, Tanjung Pagar, Sangatta

BABEL:

Hasil studi literatur menunjukkan bahwa untuk Babel:

  1. Jauh dari gunung api aktif (Gunung api terdekat G. Lumut Balai di Lampung, 303 km dari Babel)
  2. Tidak pernah ada catatan gempa yang episenternya di Babel. Gempa signifikan yang terdekat adalah Gempa Lampung (7 SR dan kedalaman 23,1 km, jarak 302 dari Babel), terjadi pada 15 Februari 1994. Babel termasuk zona Peak Ground Acceleration (PGA) sangat rendah (0,03 g) (peta SNI 1726-2002),
  3. Secara geologi, berada di daerah yang sangat stabil didukung dengan susunan batuan granit, metamorf dan sedimen clastic yang berumur Karbon-Jura (300-135 juta tahun)
  4. Tidak ada potensi bahaya tsunami
  5. Penduduk relatif jarang, dengan total penduduk 1.074.775 jiwa
  6. Titik berat demografinusantara dan sangat strategis (13 km dari Pulau Sumatera, 330 km dari Pulau Jawa, 210 km dari Pulau Kalimantan dan 380 km dari Singapura)
  7. Biaya untukstudi tapak relatif sangat murah dan biaya konstruksi minimum.

Studi Pra-survei tapak di Babel menunjukkan dua daerah interes yaitu:

  1. Pantai Inggris, Tanah Merah, Kec. Muntok, Kab. Bangka Barat
  2. Pantai Berdaun, Kec. Simpang Rimba, Kab. Bangka Selatan

 

Peta dua daerah interes di Bangka Belitung

KAPAN PLTN MAU DIBANGUN?

Untuk menjawab pertanyaan itu tentunya tidak mudah. Dari sisi dasar perundang-undangan jelas bahwa pada periode 2015-2019: Mulai dimanfaatkannya tenaga nuklir untuk pembangkit listrik dengan mempertimbangkan faktor keselamatan secara ketat,…….(Undang-undang No 17 tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025   Bab IV.2.3. (2015-2019)). Sedangkan kepastian pembangunan PLTN menunggu Keputusan Presiden tentang Pembentukan Tim Nasional Persiapan Pembangunan PLTN. Tim ini yang akan mempersiapkan segalanya dalam pembangunan PLTN.

Beberapa peraturan perundangan yang mendasari persiapan pembangunan PLTN adalah sebagai berikut:

  1. PeraturanPresiden No 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, nuklir termasuk dalam Energi Baru dan Terbarukan (EBT), khususnya pada kelompok lain-lain dan akan berkontribusi sebesar  2% dari energi primer atau ekivalen dengan 4% energi listrik nasional. PLTN I dan II diharapkan beroperasi pada tahun 2016 dan 2017. PLTN III dan IV beroperasi pada tahun 2023 dan 2024.
  2. Undang-undang No 17 tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025   Bab IV.2.3. (2015-2019)…. Mulai dimanfaatkannya tenaga nuklir untuk pembangkit listrik dengan mempertimbangkan faktor keselamatan secara ketat,…….
  3. Inpres No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional 2010 yang antara lain memuat sosialisasi pengembangan energi nuklir untuk mencapai pemahaman masyarakat yang utuh.
  4. PeraturanPresiden No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014 antara lain prioritas nasional dibidang energi alternatif: peningkatan pemanfaatan energi terbarukan termasuk energi alternatif geothermal sehingga mencapai 2.000 MW pada 2012 dan 5.000 MW pada 2014 dan dimulainya produksi coal bed methane untuk membangkitkan listrik pada 2011 disertai pemanfaatan potensi tenaga surya, microhydro, serta nuklir secara bertahap.

Berdasarkan berbagai  peraturan dan perundangan tersebut di atas serta pertimbangan teknis mengacu pengalaman negara lain seperti tertuang dalam dokumentasi yang diterbitkan oleh Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), BATAN mengusulkan jadwal persiapan pembangunan PLTN seperti tertera pada gambar  1 Jadwal Proyek PLTN.Saat ini kita telah selesai kegiatan 1 yaitu Pra-proyek dan melangkah ke kegiatan 2 yaitu Penetapan Pelaksanaan Proyek. Pada tahap kegiatan 2 ini memerlukan waktu 3-6 tahun untuk menuju konstruksi PLTN. Untuk konstruksi diperlukan waktu 5-6 tahun. Kegiatan Penetapan Pelaksanaan Proyek meliputi studi kelayakan, pemilihan tapak, penyusunan penawaran sampai negoisasi kontrak.

Sedangkan untuk kegiatan 2010-2014, BATAN telah menyusun program penyiapan infrastruktur pembangunan PLTN yang terdiri dari enam kegiatan utama, yaitu:

  1. Keselamatan
  2. Sosialisasi
  3. Studi Kelayakan tapak dan non tapak
  4. Daur bahan bakar
  5. Pengolahan limbah
  6. Lingkungan

 

Jadwal Proyek PLTN

Sejarah Singkat Program Pembangunan PLTN di Indonesia

Mei 27, 2011

Sampai saat ini Indonesia belum berhasil membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), sehingga belum ada sebuahpun PLTN yang dapat dioperasikan untuk mengurangi beban kebutuhan energi listrik yang saat ini semakin meningkat di Indonesia. Padahal energi nuklir saat ini di dunia sudah cukup berkembang dengan menguasai pangsa sekitar 16% listrik dunia. Hal ini menunjukkan bahwa energi nuklir adalah sumber energi potensial, berteknologi tinggi, berkeselamatan handal, ekonomis, dan berwawasan lingkungan, serta merupakan sumber energi alternatif yang layak untuk dipertimbangkan dalam Perencanaan Energi Jangka Panjang bagi Indonesia guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

Berdasarkan statistik PLTN dunia tahun 2002 terdapat 439 PLTN yang beroperasi di seluruh dunia dengan kapasitas total sekitar 360.064 GWe, 35 PLTN dengan kapasitas 28.087 MWe sedang dalam tahap pembangunan. PLTN yang direncanakan untuk dibangun ada 25 dengan kapasitas 29.385 MWe. Kebanyakan PLTN baru dan yang akan dibangun berada di beberapa negara Asia dan Eropa Timur. Memang di negara maju tidak ada PLTN yang baru, tetapi ini tidak berarti proporsi listrik dari PLTN akan berkurang. Di Amerika beberapa PLTN telah mendapatkan lisensi perpanjangan untuk dapat beroperasi hingga 60 tahun, atau 20 tahun lebih lama daripada lisensi awalnya.

Di Indonesia, ide pertama untuk pembangunan dan pengoperasian PLTN sudah dimulai pada tahun 1956 dalam bentuk pernyataan dalam seminar-seminar yang diselenggarakan di beberapa universitas di Bandung dan Yogyakarta. Meskipun demikian ide yang sudah mengkristal baru muncul pada tahun 1972 bersamaan dengan dibentuknya Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2PLTN) oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) dan Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (Departemen PUTL). Kemudian berlanjut dengan diselenggarakannya sebuah seminar di Karangkates, Jawa Timur pada tahun 1975 oleh BATAN dan Departemen PUTL, dimana salah satu hasilnya suatu keputusan bahwa PLTN akan dikembangkan di Indonesia. Pada saat itu juga sudah diusulkan 14 tempat yang memungkinkan di Pulau Jawa untuk digunakan sebagai lokasi PLTN, dan kemudian hanya 5 tempat yang dinyatakan sebagai lokasi yang potensial untuk pembangunan PLTN.

Pada perkembangan selanjutnya setelah dilakukan beberapa studi tentang beberapa lokasi PLTN, maka diambil suatu keputusan bahwa Semenanjung Muria adalah lokasi yang paling ideal dan diusulkan agar digunakan sebagai lokasi pembangunan PLTN yang pertama di Indonesia. Disusul kemudian dengan pelaksanaan studi kelayakan tentang introduksi PLTN yang pertama pada tahun 1978 dengan bantuan Pemerinatah Itali, meskipun demikian, rencana pembangunan PLTN selanjutnya terpaksa ditunda, untuk menunggu penyelesaian pembangunan dan pengoperasian reaktor riset serbaguna yang saat ini bernana “GA Siwabesy” berdaya 30 MWth di Puspiptek Serpong.

Pada tahun 1985 pekerjaan dimulai dengan melakukan reevaluasi dan pembaharuan studi yang sudah dilakukan dengan bantuan International Atomic Energy Agency (IAEA), Pemerintah Amerika Serikat melalui perusahaan Bechtel International, Perusahaan Perancis melalui perusahaan SOFRATOME, dan Pemerintah Itali melalui perusahaanCESEN. Dokumen yang dihasilkan dan kemampuan analitis yang dikembangkan dengan program bantuan kerjasama tersebut sampai saat ini masih menjadi dasar pemikiran bagi perencanaan dan pengembangan energi nuklir di Indonesia khususnya di Semenanjung Muria.

Pada tahun 1989, Pemerintah Indonesia melalui Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) memutuskan untuk melakukan studi kelayakan yang komprehensif termasuk investigasi secara mendalam tentang calon tapak PLTN di Semenanjung Muria Jawa-Tengah. Pelaksanaan studi itu sendiri dilaksanakan di bawah koordinasi BATAN, dengan arahan dari Panitia Teknis Energi (PTE), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dan dilakukan bersama-sama oleh beberapa instansi lain di Indonesia.

Pada bulan Agustus tahun 1991, sebuah perjanjian kerja tentang studi kelayakan telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan Perusahaan Konsultan NEWJEC Inc. Perjanjian kerja ini berjangka waktu 4,5 tahun dan meliputi pelaksanaan pekerjaan tentang pemilihan dan evaluasi tapak PLTN, serta suatu studi kelayakan yang komprehensif tentang kemungkinan pembangunan berbagai jenis PLTN dengan daya total yang dapat mencapai 7000 MWe. Sebagian besar kontrak kerja ini digunakan untuk melakukan pekerjaan teknis tentang penelitian pemilihan dan evaluasi tapak PLTN di lokasi tapak di Semenanjung Muria.

Pada 2 tahapan pekerjaan yang pertama (Step 1-2) sudah dilakukan dengan baik pada tahun 1992 dan 1993. Pada fase ini 3 buah calon tapak yang spesifik sudah berhasil dilakukan dengan studi perbandingan dan ditentukan rangkingnya. Sebagai kesimpulan didapatkan bahwa calon tapak terbaik adalah tapak PLTN Ujung Lemahabang. Kemudian tahapan kegiatan investigasi akhir (Step-3) dilakukan dengan mengevaluasi calon tapak terbaik tersebut untuk melakukan konfirmasi apakah calon tapak tersebut betul dapat diterima dan memenuhi standar internasional. Studi tapak PLTN ini akhirnya dapat diselesaikan pada tahun 1995. Secara keseluruhan, studi tapak PLTN di Semanjung Muria dapat diselesaikan pada bulai Mei tahun 1996. Selain konfirmasi kelayakan calon tapak di Semanjung Muria, hasil lain yang penting adalah bahwa PLTN jenis air ringan dengan kapasitas antara 600 s/d 900 MWe dapat dibangun di Semenanjung Muria dan kemudian dioperasikan sekitar tahun 2004 sebagai solusi optimal untuk mendukung sistem kelistrikan Jawa-Bali.

Pada tahun-tahun selanjutnya masih dilakukan lagi beberapa studi tambahan yang mendukung studi kelayakan yang sudah dlakukan, antara lain studi penyiapan “Bid Invitation Specification” (BIS), studi pengembangan dan evaluasi tapak PLTN, studi perencanaan energi dan kelistrikan nasional dan studi pendanaan pembangunan PLTN. Selain itu juga dilakukan beberapa kegiatan yang mendukung aktivitas desain dan pengoperasian PLTN dengan mengembangkan penelitian di beberapa fasilitas penelitian BATAN, antara lain penelitian teknologi dan keselamatan PLTN, proteksi radiasi, bahan bakar nuklir dan limbah radioaktif serta menyelenggarakan kerjasama internasional dalam bentuk partisipasi desain PLTN.

Akibat krisis multidimensi yang terjadi pada tahun 1998, maka dipandang layak dan perlu untuk melakukan evaluasi kembali tentang kebutuhan (demand) dan penyediaan (supply) energi khususnya kelistrikan di Indonesia. Untuk itu suatu studi perancanaan energi dan kelistrikan nasional jangka panjang “Comprehensive Assessment of Different Energy Resources for Electricity Generation in Indonesia” (CADES) yang dilakukan dan diselesaikan pada tahun 2002 oleh sebuah Tim Nasional di bawah koordinasi BATAN dan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dengan dukungan IAEA.

Hasil studi ini menunjukkan bahwa kebutuhan energi di Indonesia diproyeksikan meningkat di masa yang akan datang. Kebutuhan energi final (akhir) akan meningkat dengan pertumbuhan 3,4% per tahun dan mencapai jumlah sekitar 8146 Peta Joules (PJ) pada tahun 2025. Jumlah ini adalah sekitar 2 kali lipat dibandingkan dengan kebutuhan energi final di awal studi tahun 2000. Pertumbuhan jenis energi yang paling besar adalah pertumbuhan kapasitas pembangkitan energi listrik yang mencapai lebih dari 3 kali lipat dari kondisi semula, yaitu dari 29 GWe di tahun 2000 menjadi sekitar 100 GWe di tahun 2025. Jumlah kapasitas pembangkitan ini, sekitar 75% akan dibutuhkan di jaringan listrik Jawa-Madura-Bali (Jamali). Dari berbagai jenis energi yang tersedia untuk pembangkitan listrik dan dilihat dari sisi ketersediaan dan keekonomiannya, maka energi gas akan mendominasi penyediaan energi guna pembangkitan energi listrik, sekitar 40% untuk wilayah Jamali. Energi batubara akan muncul sebagai pensuplai kedua setelah gas, yaitu sekitar 30% untuk wilayah Jamali. Sisanya sekitar 30% untuk akan disuplai oleh jenis energi yang lain, yaitu hidro, mikrohidro, geothermal dan energi baru dan terbarukan lainnya. Diharapkan energi nuklir dapat menyumbang sekitar 5-6% pada tahun 2025.

Mengingat situasi penyediaan energi konvensional termasuk listrik nasional di masa mendatang semakin tidak seimbang dengan kebutuhannya, maka opsi nuklir dalam perencanaan sistem energi nasional jangka panjang merupakan suatu solusi yang diharapkan dapat mengurangi tekanan dalam masalah penyediaan energi khususnya listrik di Indonesia. Berdasarkan kajian yang sudah dilakukan tersebut di atas maka diharapkan pernyataan dari semua pihak yang terkait dengan pembangunan energi nasional bahwa penggunaan energi nuklir di Indonesia sudah diperlukan, dan untuk itu perlu dimulai pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) sekitar tahun 2010, sehingga sudah dapat dioperasikan secara komersial pada sekitar tahun 2016.

BATAN sebagai Lembaga Pemerintah, berdasarkan Undang-undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, telah dan akan terus bekerjasama dengan Lembaga Pemerintah terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga dan Masyarakat Internasional, dalam mempersiapkan pengembangan energi nuklir di Indonesia, khususnya dalam rangka mempersiapkan pengembangan energi nuklir tersebut adalah studi dan kajian aspek energi, teknologi, keselamatan, ekonomi, lingkungan hidup, sosial-budaya, dan manajemen yang tertuang dalam bentuk rencana stratejik 2006-2010 tentang persiapan pengembangan energi nuklir di Indonesia.